Kabupaten Balangan punya slogan Banua Sanggam. Dalam Bahasa Banjar, Banua berarti kampung atau daerah. Sedangkan Sanggam bermakna rasa persaudaraan yang kuat.
Tapi, Sanggam
dalam slogan ini sebenarnya merupakan singkatan dari Sanggup Begawi
Gasan Masyarakat. Artinya, Sanggup Bekerja untuk Masyarakat. Inilah
slogan para pemimpin di daerah ini. [Slogan yang cuma gombal atau tidak,
ya?]
Balangan
memiliki luas wilayah 1.878,3 kilometer persegi. Delapan puluh tujuh
persen diantaranya berupa daratan. Termasuk di dalamnya, hutan-hutan di
Pegunungan Meratus. Sementara sisanya daerah perairan, yang terdiri dari
sungai dan rawa-rawa. Ada sekitar 117 ribu jiwa yang berdiam di
Balangan.
Terdapat
delapan kecamatan di Balangan, yaitu Paringin, Paringin Selatan,
Batumandi, Lampihong, Juai, Halong, Awayan dan Tebing Tinggi. Halong
merupakan kecamatan terluas dengan 659,84 kilometer persegi. Dan
Lampihong yang luas wilayahnya 96,96 kilometer persegi, menjadi yang
terkecil.
Pusat kabupaten berada di Paringin. Monumen Perjuangan Rakyat Balangan dan Pasar Paringin menjadi landmark daerah ini.
Balangan
terletak di bagian utara Provinsi Kalimantan Selatan. Dari Kota
Banjarmasin, dengan jarak lebih kurang 215 kilometer di sebelah utara,
Balangan dapat dicapai setelah melalui beberapa kota dan kabupaten di
Kalimantan Selatan: Banjarbaru, Banjar, Tapin, Hulu Sungai Selatan dan
Hulu Sungai Tengah.
Kabupaten ini
merupakan daerah transit. Balangan menjadi tempat persinggahan
perjalanan antarkota dari Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan
Tengah menuju Kalimantan Selatan, maupun sebaliknya.
Secara
administratif, Kabupaten Balangan berbatasan dengan: Kabupaten Tabalong
di sebelah utara, Kabupaten Kota Baru dan Kabupaten Paser (Kalimantan
Timur) di bagian timur, Kabupaten Hulu Sungai Tengah di sebelah selatan,
dan Kabupaten Hulu Sungai Utara di bagian barat. (diambil dari data
Sahrudin)***
gambar Kota Paringin Tempor Doeloe
———————————————–
Paringin Tempoe doeloe
Kantor Camar (Wedana) Paringin dulu
Pasar Gatah (karet) Paringin
ARUH BAHARIN
Pesta Adat Aruh Baharin adalah salah satu tradisi masyarakat suku Dayak di desa Kapul dan desa Tabuan, Kecamatan Halong, Kabupaten Balangan sebagai rasa syukur kepada Tuhan atas suksesnya panen semua tanaman yang telah ditanam selama ini.
Aruh Baharin berlangsung selama tujuh hari tujuh malam dalam satu balai, rumah adat, atau tempat khusus yang dibuat untuk acara tersebut. Untuk kegiatan syukuran ini masyarakat melaksanakan pesta besar dengan memotong kambing atau kerbau yang kemudian dilanjutkan dengan berbagai kegiatan ritual seperti melakukan batandik, bamamang dan bakapur sambil diiringi dengan tabuhan gendang.
Pesta Adat Aruh Baharin adalah salah satu tradisi masyarakat suku Dayak di desa Kapul dan desa Tabuan, Kecamatan Halong, Kabupaten Balangan sebagai rasa syukur kepada Tuhan atas suksesnya panen semua tanaman yang telah ditanam selama ini.
Aruh Baharin berlangsung selama tujuh hari tujuh malam dalam satu balai, rumah adat, atau tempat khusus yang dibuat untuk acara tersebut. Untuk kegiatan syukuran ini masyarakat melaksanakan pesta besar dengan memotong kambing atau kerbau yang kemudian dilanjutkan dengan berbagai kegiatan ritual seperti melakukan batandik, bamamang dan bakapur sambil diiringi dengan tabuhan gendang.
Makana khas warga Balangan
Warga yang berada di kawasan kaki Pegunungan Meratus, Kabupaten Balangan seperti di Kecamatan Paringin, Halong, Awayan, dan Kecamatan Tebing Tinggi, Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) sudah terbiasa mengkonsumsi makanan yang terbuat dari kulat (jamur).
“Kami tidak susah mencari lauk pauk makan, tinggal mencarinya di belakang rumah, atau ke semak belukar maka lauk pauk terbuat dari kulat sudah kami peroleh,” kata Ibu Sanah seorang penduduk Desa Inan Kecamatan, Paringin selatan Balangan.
Mencari kulat ke hutan, atau ke semak belukar itu harus dulu tahu kulat yang mana yang bisa dimakan, dan kulat yang mana pula yang harus dihindari karena beracun.
Bagi penduduk setempat, kebiasaan memilih dan memilah kulat yang baik untuk dimakan dan kulat beracun itu mudah saja, karena dengan hanya melihat kondisi kulat itu, bila kulat ada ulat, atau terdapat bekas dimakan ulat, dan binatang kecil berarti kulat tersebut sehat dan bergizi.
Kemudian bila kulat tersebut di hurung (dikerumuni) binatang kecil yang disebut oleh masyarakat setempat binatang bari-bari maka kulat itu sehat.
Sebaliknya bila kulat tersebut terlihat utuh saja walau sudah berumur tua, dan tidak ada bekas dimakan ulat atau binatang kecil, bahkan dihinggapi binatang kecil saja tidak maka jangan coba-coba memakan kulat tersebut, itu pasti beracun.
Pada saat musim hujan seperti sekarang ini, aneka jenis kulat mudah diperoleh, baik yang hidup di jerami, hidup di pelepah pohon, kayu, batang pisang, batang enau yang lapuk, batang kepala, bahkan kulat yang hidup di tanah.
Untuk membuat makanan terbuat dari kulat tersebut, harus tahu dulu resepnya, dan resep itu mudah ditanyakan kepada tetuha masyarakat setempat yang sudah terbiasa mengkonsumsi makanan terbuat dari kulat secara turun temurun.
Kulat bisa diolah sebagai campuran sayuran, campuran ikan, atau hanya digulai, atau sayur bening, bahkan di tumis.
“Kalau kulat jenis tertentu, umpamanya yang disebut kulat patiti, dicampur dengan jagung muda lalu di tumis, menurut kami di desa ini rasanya enak sekali,” kata Ibu Sanah.
Mengkonsumsi kulat, bagi warga setempat selain meningkat gizi masyarakat sekaligus juga sebagai obat.
“Banyak warga Desa Inan yang sakit setelah mnengkonsumsi kulat tertentu sembuh dari sakitnya,”kata Haji Mahlan seorang tetuha masyarakat setempat.
Sebagai contoh saja, kulat kulimir atau kulat telinga tupai (jemus kuping) itu banyak manfaatnya makanya banyak dicari untuk dikonsumsi.
Apalagi di kawasan Kabupaten Balangan, merupakan wilayah pegunungan yang berhutan dan perkebunan karet, maka merupakan wilayah tumbuh suburnya aneka jenis kulat.
“Biasanya warga setempat membuka lahan dengan menebang kayu-kayu hutan, kemudian hutan terbuka itu di tanami padi gogo disebut menugal atau ladang, nah di lokasi itulah terdapat banyak kayu dari pohon hasil tebangan, di kayu itu merupakan tempat subur bagi aneka jamur,” kata Haji Mahlan.
Oleh karena itu sudah kebiasaan bagi warga setempat, mencari kulat tersebut ke lokasi ladang berpindah semacam itu.
Jenis kulat yang banyak tumbuh dikayu bekas tebangan itu adalah yang disebut penduduk kulat karikit, kulat deluang, kulat telinga tupai, kulat, lamak baung, kulat patiti, kulat minyak, kulat gulimir, kulat merang, kulat-kulat lain yang belum ada namanya.
Sementara di lahan tanah terbuka seperti itu masih bermunculan pula kulat yang hidup di atas tanah, sebut saja kulat bantilung, kulat dadamak, kulat batang pisang, kulat kelambu kuyang, dan aneka kulat lainnya yang tidak teridentifikasi namanya.
Kulat-kulat tersebut, juga banyak terdapat di dalam hutan dan semak belukar, apalagi di lokasi hutan dengan tingkat kelembaban tinggi maka merupakan habitat kulat yang baik.
Bahkan ada kulat yang kalau malam hari mengeluarkan cahaya yang disebut oleh penduduk setempat sebagai kulat malam, namun jenis kulat ini tidak ada yang berani memakannya karena beracun.
Namun dari sekian kulat yang tumbuh di kawasan kaki, lereng Pegunungan Meratus tersebut, yang paling banyak dicari adalah kulat bantilung, yang bentuknya seperti payung dan banyak hidup di gundukan tanah (balambika), dan didalam gundukan tanah tersebut biasanya banyak sarang anai-anai.
Kulat bantilung ini muncul secara musiman, biasanya pada musim tanjang (musim tanam padi), pada musim ini warga setempat sudah siap-siap mencari gundukan tanah tempat banyak hidup kulat bantilung ini, kata Haji Mahlan.
Kulat bantilung banyak dicari karena rasanya, paling enak, cukuphanya disayur bening maka rasanya sudah seperti supa ayam, tambahnya lagi.
Oleh karena itu pula, dari sekian banyak luat yang dijual belikan di pasaran, paling laku jenis kulat bantilung ini, dan harganya mahal hanya beberapa tangkai (butir) harganya bisa belasan ribu rupiah.
Dari sekian jamur (kulat) yang banyak berada di kawasan Pedalaman kalsel itu, terdapat beberapa jenis yang mudah dikeringkan, kemudian bisa dimasak kapan perlu.
Seperti kulat karikit, atau kulat gelimir (jamur kuping) itu bisa di keringkan dan awet berbulan-bulan, kapan perlu di masak dengan apa saja, makanya rasa enaknya tak berubah.
Makanya, banyak jemaah haji asal Kabupaten Balangan atau para tenaga kerja wanita (TKW) ke Arab Saudi membawa banyak kulat yang dikeringkan tersebut kemudian di masak saat berada di sana untuk mengobat kerinduan kampung halaman.
Manfaat jamur (kulat)
Kebiasaan makan kulat di masyarakat Indonesia sebenarnya bukan hanya di Kabupaten Balangan Kalsel ini, saja tetapi juga di banyak masyarakat lain di Indonesia.
Melihat kenyataan tersebut maka muncul pembudidayaan kulat yang dilakukan sejak tahun 70-an.
Berdasarkan sebuah catatan, di Indonesia budidaya kulat termasuk relatif baru. Komoditi kulat khususnya jenis kulat (jamur) merang baru dikenal pada 1960-an. Namun pengembangannya dan mulai dikenal masyrakat pada 1970-an.
kulat bantilung
Sebelumnya kulat hanya dikenal sebagai sayuran eksotik. Masih sangat jauh pengetahuan masyarakat tentang manfaat dan teknologi industri pengolahan kulat serta produk olahan & industrinya.
Dimana kulat merupakan sumber pangan atau makanan yang mengandung gizi dan protein tinggi, vitamin, karbohidrat, serat, mineral, asam amino assensial, lemak, dan asam lemak tak jenuh.
Baru beberapa tahun terakhir produk industri kulat mulai mendapat perhatian yakni sebagai bahan baku pangan baik untuk sayuran, nugget, bakso, kripik, bahkan difermentasi sebagai kulat segar dalam botol.
Produknyapun mulai dipasarkan di supermarket. Permintaan pasar pun kini makin meningkat, seiring pengetahuan masyarakat akan manfaat kulat yang mengandung banyak khasiat sebagai antibakteri, antivirus, antioksidan, antitumor, menormalkan tekanan darah, menurunka kolesterol, meningkatkan kekebalan tubuh, menguatkan syaraf, dan dapat untuk mengurangi stress.
Peluang pasar produk kulat saat ini cukup tinggi, kebutuhan pasar lokal sekitar 35 persen dan pasar luar negeri 65 persen. Sedang jenis kulat yang diminati yakni jamur merang (Staraw mushrooms) dan jenis kulat kancing (Champignon atau agaricus Bisporus).
Sejak tahun 2000 permintaan produk kulat khususnya untuk jenis kulat merang makin besar mencapai 12.500 MT, terdiri pasar Eropa 2.500 MT (20 persen), Asia dan Australia 3000 MT (24 persen), USA 6000 MT (48 persen), Eropa 2,500 MT (20 persen), Jepang dan Arab 1.000 MT (8 persen), dan Indonesia sendiri sebesar 3.000 MT (24 persen).
Sedang pasar jenis jamur kancing mencapai 1.13 juta MT, terdiri USA 0.48 juta MT (42 persen), Eropa sebesar 0.40 juta MT (35 persen), Indonesia sendiri sebesar 0.029 juta MT (2,5 persen), dan negara lainnya 0.25 juta MT (23 persen).
Saat ini di Indonesia terdapat enam perusahaan penyuplai jamur yakni PT Indo Ever Green, PT Dieng Djaya, PT Suryajaya Abadiperkasa, Khusus PT Zeta Agro, dimana saat ini dari enam perusahaan tersebut mampu mensuplai 50-60 FCL atau 30 ton jamur segar perhari.
Melihat potensi gizi dari bahan makanan kulat yang begitu tinggi maka kebiasaan makan kulat di Kabupaten Balangan dan Masyarakat lain di tanah air tersebut perlu lebih digalakan lagi, dalam upaya mengatasi kekurangan gizi masyarakat.
Selain itu, potensi alam dan lingkungan Indonesia yang sangat baik bagi tumbuhnya kulat itu berbagai pihak menghendaki agar kulat itu jangan dibiarkan hanya hidup berkembangnya secara alamiah saja melainkan harus diusahakan sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui budidaya.
Ciri khas kabupaten balangan
Antik dan unik dari Balangan
Kayu Raksasa, aku bersama dua anggota Forum Komunitas Hijau berada di dekat
pohon raksasa, yang disebut oleh penduduk Desa Panggung Kecamatan Paringin Selatan sebagai pohon Kusi
,
Sungu, sebuah proses pengobatan tradisional masyarakat Balangan, dengan cara mengeluarkan darah di bagian belakang kepala.
Bapukung, cara warga Balangan meninabobokan anak
Meriam karbit terbuat dari batang enau di kawasan Awayan Kabupaten Balangan dibunyikan saat Ramadhan
Sarang lebah seperti ini banyak bergelantungan di pohon-pohon besar
wilayah Kabupaten Balangan, sehingga wilayah ini termasuk penghasil madu
di Kalsel.
salah satu pohon besar yang hidup berabad-abad di dekat desa Inan Kecamatan Paringin Selatan, Balangan.
Rumah Asap gatah (karet)
Tanggui, alat penutup kepala wanita pekerja Balangan
Bajunjung Jualan
kijing sejenis kerang tapi di sungai, banyak ditemui di Balangan, dan dicari untuk lauk makan menambah gizi keluarga.
Kebiasaan membakar ikan beramai-ramai merupakan hal yang lumrah di
dalam masyarakat Desa Inan, Kabupaten Balangan, terutama saat merayakan
aruhan (selamatan) seperti saat acara perkawinan.
Gumbaan, alat tradisional pemisah padi antara biji padi yang berisi
beras dengan butiran padi yang hampa (kosong), masih banyak dimanfaatkan
warga petani Kabupaten Balangan.
jenis jamur (kulat) aneh di Balangan
MANYUMPIT
Menggunakan senjata sumpit, kadangkala masih terlihat di kalangan
masyarakat Dayak Pitap Pedalaman Pegunungan Meratus, Kabupaten Balangan.Dengan senjata tradisional ini, biasa warga masih bisa memburu dan menangkap kijang, pelanduk (kancil) atau burung, serta binatang lain yang bisa dijadikan makanan keluarga
BAUSUNG
Budaya usung jinggong, salah satu budaya
unik yang tumbuh dan berkembang di desa-desa Kecamatan Paringin,
Kabupaten Balangan, sepasang mempelai sebelum disanding di pelaminan
terlebih dahulu diusung jinggong oleh dua orang penari.
Diiringi gamelan, dua orang penari sambing mengendong kedua mempelai
menari mengikuti irama gamelan ditengah pandangan para undangan yang
menyaksikan acara miritan tersebut.Ondel2 ala Balangan
Menabuh babun atau alat tetabuhan lainnya merupakan salah satu tradisi warga dayak Kabupaten Balangan ketika mengiringi tari-tarian atau yang disebut masyarakat setempat “batandik” dalam upacara aruh ganal, atau kenduri sebagai ucapan terimakasih kepada sang pencipta atas keberhasilan panen padi gunung yang dibudidayakan masyarakat setempat.
LAHUNG
Kalau warga Banjarmasin ibukota Propinsi Kalimantan Selatan mendengar kata “Lahung” adalah identik dengan sebutan perempuan nakal atau perek, atau penjaja seks komersial (PSK), tetapi kalau masyarakat Balangan mendengar sebutan Lahung maka timbul niat untuk menyantapnya karena Lahung adalah jenis buah yang langka. Buah jenis keluarga durian-durianan ini bentuknya bulat, durinya panjang-panjang dan lancip atau tajam serta warna merah kehitaman.
BUAH KHAS KALIMANTAN KIAN LANGKA
Banjarmasin,18/10 (ANTARA)-Buah-buahan khas Kalimantan yang berada di kawasan Kalimantan Selatan kian kian langka setelah pohon buah-bauah tersebut terus ditebang untuk digunakan sebagai bahan baku gergajian.
Demikian keterangan warga di bilangan Kabupaten Balangan, kepada ANTARA saat melakukan mudik lebaran, demikian dilaporkan Kamis.
Berdasarkan keterangan penduduk Desa Panggung, buah khas yang sudah langka seperti jenis maritam (buah sejenis rambutan tapi tidak berbulu), siwau (juga jenis ramburan juga tidak berbulu) asam hurang (mangga kecil rasanya manis).
Buah lain yang pohon kayunya terus ditebang, tandui (sejenis mangga tetapi rasanya sangat kecut, biasanya disenangi hanya dijadikan rujak), lahung (sejenis durian berbulu panjang dan lancip dengan warna kulit merah tua), serta mantaula (sejenis durian berklit tebal berduri besar rasanya khas).
Buah-buahan yang hanya berada di pedalaman Kalimantan khususnya di Pegunungan Meratus tersebut dicari lantaran pohonnya selalu besar, sehingga bila dijadikan kayu gergajian maka kayu gergajian dari pohon itu volumenya banyak.
“Sejak sepuluh tahun terakhir ini, kayu buahan tersebut ditebang diambil kayunya untuk dijual dan untuk bahan bangunan pembangunan rumah penduduk,” kata Rusli penduduk setempat.
Perbuuan kayu buah-buahan tersebut setelah kayu-kayu besar dalam hutan sudah kian langka pula, setelah terjadi penebangan kayu dalam hutan secara besar-besar dalam dekade belakangan ini.
Sementara permintaan kayu untuk dijadikan vener ( bahan untuk kayu lapis) terus meningkat, setelah kayu-kayu ekonomis dalam hutan sudah sulit dicari,
Bukan hanya untuk vener, kayu-kayu dari pohon buah itu dibuat papan untuk dinding rumah penduduk, atau dibuat balokan serta kayu gergajian.
Beberapa warga menyayangkan penebangan kayu buah tersebut, lantaran jenis kayu ini adalah kayu yang berumur tua.
“Kalau sekarang ditanam maka mungkin 50 tahunan bahkan ratusan tahun baru kayu itu besar,” kata warga yang lain.
Sebagai contoh saja, jenis pohon buah lahung yang ditebang adalah pohon yang ratusan tahun usianya, makanya pohon lahung yang banyak ditebang ukuran garis tengahnya minimal satu meter.
Warga mengakui agak sulit melarang penebangan kayu pohon buah tersebut lantaran itu kemauan pemilik lahan dimana pohon itu berada, sebab pohon itu sebelum ditebang dijual dengan harga mahal, sehingga oleh pemilik lahan dianggap menguntungkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar